Daftar Isi

Cara WNI (Anggiat) Selamat Dari Tembakan 'The Joker'



Anggiat Mora Situmorang bersama istrinya, Rita Yolanda Paulina Situmeang, dan anaknya, Prodeo et Patria, 15, ikut menjadi korban penembakan »The Joker” saat pemutaran perdana film »The Dark Knight Rises” di bioskop The Century 16, Aurora, Denver, Colorado, pada Jumat, 20 Juli 2012 lalu.
Bagaimana usaha Anggiat meloloskan diri gedung bioskop, berikut ini wawancara Tempo dengan Anggiat, pria berusia 45 tahun ini, sehari setelah peristiwa tersebut:
Apa hikmah dari kejadian penembakan yang menewaskan 12 orang dan 70 -an orang luka-luka ini bagi Anda dan keluarga Anda?
Hikmahnya kejadian ini untuk kami adalah dari pengalaman ini kita  harus lebih berhati-hati. Kita harus tetap bersyukur pada Tuhan. Bisa dibayangkan, dari 12 orang tewas dan 72 orang yang terluka, itu termasuk kami bertiga di dalam jumlah itu. Jadi boleh termasuk menjadi orang-orang yang bersyukurlah dan berterimakasih pada kebaikan Tuhan. Kami harus tahu diri, masih diizinkan Tuhan untuk hidup.
Bagaimana sih ceritanya ketika Anda menyelamatkan diri?
Penembak itu kan posisinya di depan, menghadap ke penonton. Posisi tempat duduk kan makin ke atas, menanjak naik ke atas. Jadi ibaratnya kita ini seperti mangga yang mau disambit batu dari bawah. Jadi pasti habis kita. Apalagi memang tembakan itu hampir 4 sesi dilakukan. Jadi, kami itu lari, waktu session tembakan kedua berhenti. Di situ kami memutuskan tindakan untuk lari. Padahal masih ada dua sesi penembakan lagi. Jadi di awal, di sesi pertama, mungkin ada 5 kali tembakan. Lalu berhenti 30 detik sampai satu menit.
Setelah itu penembakan dilanjutkan ke sesi kedua, ada tembakan dengan warna tembakan yang berbeda, berarti dari pistol yang berbeda. Dia tembakkan semua sampai habis. Lalu dia berhenti 30 detik sampai 1 menit. Di situlah kami lari. Cuma lari kita bukan seperti lari pagi. Jadi di dalam kegelapan kami raba-raba itu tembok, mencari pintu keluar dari bioskop.
Sewaktu Anda lari itu, apa tidak berpapasan dengan The Joker,  yang naik ke atas, ke bagian tempat duduk penonton?
Sebetulnya yang kami lihat mula-mula penembak itu ada di bagian paling depan sebelah kanan, menghadap ke kursi penonton di depannya. Dia tidak mengeluarkan suara apapun, tertawa, ancaman atau teriakan, ngamuk atau marah-marah untuk menakut-nakuti penonton, dan tidak ada suara apapun dari "Joker" ini. Karena wajahnya ditutupi topeng.
Jadi, sewaktu saya diinterogasi polisi pun, karena saya melihat, saya bilang dia (Joker) penembak itu orang "hitam". Ternyata warna hitam gelap yang saya lihat itu memang warna topeng wajahnya untuk menghindari gas air mata dari 2 kaleng gas air mata  yang dia lempar ke penonton.  
Jadi waktu kami tiarap sekian lama, kami sudah tidak tahu lagi posisi dia ada di mana dan dia sudah bergerak ke mana saja. Tidak ada kami dengar suara naik.Yang kami dengar adalah suara teriakan, suara tangisan, suara jeritan, segala macam. Jadi waktu kami berlari, anak sayalah yang lari duluan karena dia ada di sisi kanan saya, baru istri saya, dan baru saya di belakang. Jadi waktu kami lari keluar itu ternyata kami mengarah ke pintu tempat si Joker itu berdiri.
Aduh, mengerikan! Benar-benar si Joker ini menjaga pintu keluar?  Dia tidak mau ada yang keluar menyelamatkan diri?
Iya. Jadi, saya sempat ragu juga. Kalau saya lari yang ke kanan menyelamatkan diri, maka saya akan sempat berpisah dengan anak dan istri saya. Tetapi sudahlah, saya pikir, saya ikuti saja semua. Itu suara tembakan saya dengar masih ke sana kemari.
Sewaktu kami tiba di pintu exit, ternyata sudah ada dua orang di situ yang mau melarikan diri seperti kami, bersama-sama mau keluar. Kami  masih ada waktu 10 detik untuk mencari-cari pintu keluar dalam kegelapan. Ada dua pintu. Saya ragu-ragu, pintu keluar itu ada di kiri, kanan, atau di depan kami. Setelah 10 detik di situ, sudah ketembak istri saya, dia teriak : "Aduh, aku ketembak!"
Begitu sampai di pintu keluar, itu tidak langsung ke luar dari bioskop tapi ada semacam ruangan lagi berukuran sekitar 1 x 1 meter, sebelum kami benar-benar bisa keluar. Di dalam bilik itulah ada pintu keluar. Ada dua pintu dan saya benar-benar tidak tahu pintu keluarnya yang mana.
Di situlah istri saya Rita kena tembak, anak saya Prodeo kena tembak, dan begitu juga laki-laki yang berdiri di depan anak saya.
Ketika berjalan menuju ke pintu keluar itu, saya menggendong Rita. Laki-laki yang satu lagi membantu laki-laki yang kena tembak dan membantu anak saya.
Hanya 30 kaki, saya sudah kehabisan nafas. Begitu juga anak saya, Prodeo. Dia sampai duduk di lantai dan bersandar ke tembok. Begitu juga laki-laki yang tertembak itu disandarkan ke tembok. Tapi lalu, saya lihat di kejauhan ada lampu-lampu kendaraan dan saya tahu itu mobil polisi.
Setelah istri saya dan laki-laki satu lagi yang tertembak itu kami taruh di lantai, Prodeo anak saya itu langsung bilang: "Dad, aku ketembak juga, Dad." Terus saya kaget. Lalu saya bilang, »Coba aku lihat”. Terus bajunya diangkat sama anakku. Memang pinggangnya sudah kena, saya lihat ada luka bolongan di punggung kiri bawah dan ada cucuran darah. Setiap dia bernafas atau bergerak, ada darah keluar mengalir.
Di situ saya sedih sekali dan menangis. Benar-benar saya menangis waktu itu. Saya langsung papah dia mendekati ibunya, supaya mereka duduk bersama waktu itu. Setelah itu polisi datang.
Ketika kami keluar itu, kami melihat hanya ada satu mobil di parking lot, mobil putih sedan, yang ternyata mobil milik si Joker, si penembak ini.
Apakah setelah itu ambulans datang dan cepat datang pertolongan?
Pendarahan sudah banyak. Tapi mereka datang itu bukannya langsung ke kami. Mereka mencari orang yang lebih parah dari kami. Jadi kurang lebih 10-15 menitlah kami di situ menunggu untuk mendapat pertolongan medis. Dan bukan ambulans yang membawa kami ke rumah sakit.
Mungkin karena kami sudah terlalu lama menunggu di sana. Kami bertiga dimasukkan ke dalam mobil polisi. Di bagian tempat duduk depan itu, masih  ada satu orang ibu lagi yang dimasukkan karena cidera.
Kejadian ini memang cepat sekali dan menurut Anda keputusan menyelamatkan diri keluar gedung bioskop adalah lebih baik daripada bertahan di dalam gedung?
Iya. Tapi saya juga sempat bicara dengan teman-teman yang membesuk di sini, saya menyesali diri juga. Setelah melihat luka-luka yang dialami keluarga saya, saya bandingkan dengan diri saya yang tidak luka. Jadi suka menyesali diri bahwa keputusan saya itu salah. Gitu lho.
Yang penting kan semua sudah selamat...
Iya ya. Saya juga dinasehati oleh teman-teman yang menjenguk saya. Mereka bilang: "Kamu sudah salah bilang begitu, itu berarti kamu tidak membangkitkan semangat istri untuk sehat kembali". Ya sudahlah saya iyakan saja.
Kalau diminta, apakah Anda mau menjadi saksi di pengadilan untuk memberatkan si penembak ini?
Pemikiran saya belum sampai ke sana. Tanpa kesaksian saya pun, saya yakin sudah beratlah itu hukumannya ke dia. Tapi saya juga tidak tahu ke mana kasus ini akan dibawa. Kalau dalam kasus ini dia dimasukkan dalam kategori "orang gila" ya mau bilang apa lagi ya. Seberat-beratnya tidak akan dia "dimatikan" (dihukum mati). Karena hakim juga pasti akan memutuskan dengan berbagai pertimbangan-pertimbangan dan fakta-fakta yang terbukti kebenarannya secara pengetahuan.
  • Share to Facebook
  • Share to Twitter
  • Share to Google+
  • Share to Stumble Upon
  • Share to Evernote
  • Share to Blogger
  • Share to Email
  • Share to Yahoo Messenger
  • More...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

0 comments

 
© 2012 Investigasi Berita | Berita Unik, Lucu dan Menarik
Develop by Aaz
Back to top